Senin, 28 Oktober 2019

Kabupaten Pamekasan





kabupaten-pamekasan
Gapura Kab. Pamekasan.



         Kabupaten Pamekasan merupakan sebuah kabupaten yang berada di Madura setelah kabupaten Sumenep, provinsi Jawa Timur. Kabupaten ini berbatasan dengan Laut Jawa utara, selat Madura di selatan, kabupaten Sampang di barat, dan Kabupaten Sumenep di timur. Kabupaten Pamekasan terdiri atas 13 kecamatan, yang dibagi lagi atas 178 desa dan 11 kelurahan.

Pusat pemerintahannya berada di kecamatan Pamekasan. Kemunculan sejarah pemerintahan lokal Pamekasan, diperkirakan baru diketahui sejak pertengahan abad ke-15, berdasarkan sumber sejarah tentang lahirnya mitos legenda Aryo Menak Sunoyo. Aryo Menak Sunoyo mulai merintis pemerintahan lokal di daerah Proppo atau Parupuk, sebelum munculnya legenda ini, keberadaan Pamekasan tidak banyak dibicarakan. 




kabupaten-pamekasan
Kantor Pemerintah Kab. Pmekasan.




        Diperkirakan, Pamekasan merupakan bagian dari pemerintahan Sumenep yang telah berdiri sejak pengangkatan Arya Wiraraja pada tanggal 13 Oktober 1268 oleh raja Kertanegara. Kabupaten Pamekasan lahir dari proses sejarah yang cukup panjang, istilah Pamekasan sendiri baru dikenal pada sepertiga abad ke-16, ketika Ronggosukowati mulai memindahkan pusat pemerintahan dari Kraton Labangan Daja ke Kraton Mandilaras.

Memang belum cukup bukti tertulis yang menyebutkan proses perpindahan pusat pemerintahan sehingga terjadi perubahan nama wilayah ini. Begitu juga munculnya sejarah pemerintahan di Pamekasan sangat jarang ditemukan bukti-bukti tertulis apalagi prasasti yang menjelaskan tentang kapan dan bagaimana keberadaannya.


       Jika pemerintahan lokal Pamekasan lahir pada abad ke-15, tidak dapat disangkal bahwa kabupaten ini lahir pada zaman kegelapan Majapahit yaitu pada saat daerah-daerah pesisir di wilayah kekuasaan Majapahit mulai merintis berdirinya pemerintahan sendiri. Berkaitan dengan sejarah kegelapan Majapahit tentu tidak bisa dimungkiri tentang kemiskinan.

Majapahit sendiri telah sibuk dengan upaya mempertahankan bekas wilayah pemerintahannya yang sangat besar, apalagi saat itu sastrawan-sastrawan terkenal setingkat Mpu Prapanca dan Mpu Tantular tidak banyak menghasilkan karya sastra. Sedangkan pada kehidupan masyarakat Madura sendiri, tampaknya lebih berkembang sastra lisan dibandingkan dengan sastra tulis. Graaf (2001) menulis bahwa orang Madura tidak mempunyai sejarah tertulis dalam bahasa sendiri mengenai raja-raja pribumi pada zaman pra-islam.




Baca juga artikel selengkapnya :

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Hallo,,,

Selamat datang di blog kami, selamat membaca artikel sekilas tentang seputar pulau Madura, dan sekitarnya.

^Terimakasih telah berkunjung ke blog kami^